SuaraIntelijen.com.Bitung,PT Futai Sulawesi Utara kembali menjadi sorotan tajam. Meski berulang kali dilaporkan atas dugaan pencemaran lingkungan, perusahaan ini tetap leluasa membuang limbah berbau menyengat di wilayah Tanjung Merah. Kondisi ini memicu kekecewaan besar masyarakat, yang menilai pemerintah daerah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan aparat kepolisian gagal menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan hukum.
Komitmen Kosong dan Tindakan Setengah Hati
Sejak Januari 2024, pencemaran yang dilakukan PT Futai terus menjadi momok bagi warga Tanjung Merah. Meski telah dilakukan beberapa pertemuan yang melibatkan masyarakat terdampak, pemerintah setempat, DLH Kota Bitung, dan Polsek Matuari, perusahaan terus mengingkari komitmen perbaikan. Limbah dengan bau menyengat masih tercium hingga saat ini, menunjukkan bahwa perusahaan abai terhadap tanggung jawabnya.
Rapat dengar pendapat (RDP) terakhir yang diinisiasi oleh DPRD Kota Bitung juga berujung antiklimaks. Saat anggota DPRD melakukan tinjauan langsung ke lokasi perusahaan, PT Futai beralasan tidak dapat menunjukkan dokumen pengelolaan limbah dengan dalih bahwa pengelola dokumen telah selesai shift kerja dan pulang. Selain itu, pihak perusahaan mengklaim limbah tidak dibuang karena proses pengelolaannya belum selesai.
Kejadian ini menunjukkan ketidakseriusan perusahaan dalam menjawab tuduhan pencemaran, sekaligus mengindikasikan lemahnya pengawasan dan pengendalian dari pihak pemerintah. Hingga kini, DPRD Kota Bitung belum mampu memberikan kesimpulan atau rekomendasi tegas terkait dugaan pelanggaran ini.
DLH dan Aparat Dianggap Mandul
Kegagalan pemerintah dalam menangani kasus ini menjadi sorotan tajam. DLH Kota Bitung, yang memiliki tanggung jawab utama dalam pengawasan lingkungan, dinilai pasif dan tidak menjalankan fungsinya dengan maksimal. Padahal, pencemaran lingkungan ini jelas melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), khususnya Pasal 60 yang melarang pembuangan limbah tanpa pengolahan.
Pasal 104 UU PPLH bahkan mengancam pelanggar dengan pidana hingga 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp3 miliar. Namun, hingga kini tidak ada langkah konkret dari aparat penegak hukum untuk menindak dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Futai.
Warga Terus Menderita, Pemerintah Diam
Sementara itu, masyarakat Tanjung Merah masih harus hidup dalam kondisi lingkungan yang tercemar. Bau limbah menyengat menjadi keluhan utama yang mengganggu aktivitas dan kesehatan warga. Kekecewaan terhadap pemerintah kian memuncak, mengingat masalah ini terus berlarut tanpa solusi.
“Ini bukti bahwa pemerintah tidak peduli dengan penderitaan masyarakat. Jika mereka serius, kasus ini sudah selesai sejak dulu,” ungkap salah satu warga terdampak.
Tuntutan Warga dan Harapan
Warga mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk:
1. Menghentikan Operasional PT Futai
DLH harus segera mencabut izin operasional PT Futai jika terbukti tidak memiliki dokumen pengelolaan limbah yang sesuai dengan regulasi.
2. Penegakan Hukum Tanpa Toleransi
Aparat penegak hukum harus memproses dugaan pelanggaran hukum oleh perusahaan sesuai dengan UU PPLH. Penindakan tegas diperlukan untuk memberikan efek jera.
3. DPRD Bertindak Tegas
DPRD Kota Bitung harus memberikan rekomendasi tegas yang berpihak pada masyarakat, termasuk meminta evaluasi terhadap kinerja DLH dan aparat terkait.
4. Pengawasan Lingkungan yang Lebih Ketat
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap perusahaan yang beroperasi di wilayah Bitung, terutama dalam kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Kritik Keras untuk Pemerintah
Kasus ini menjadi cerminan buruknya tata kelola lingkungan di Kota Bitung. DLH, DPRD, dan aparat penegak hukum harus menyadari bahwa kegagalan mereka melindungi lingkungan bukan hanya mencederai kepercayaan masyarakat, tetapi juga memperburuk citra pemerintah.
Masyarakat Tanjung Merah berharap agar kasus ini segera diselesaikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji kosong. Pemerintah dan aparat harus berpihak pada rakyat, bukan tunduk pada kepentingan perusahaan yang mengorbankan lingkungan dan kehidupan warga.
Red