SuaraIntelijen.com.Bitung,Harapan keluarga Herman Loloh untuk mendapatkan keadilan atas dugaan penyerobotan tanah oleh dua perusahaan tambang besar di Kota Bitung hingga kini belum juga terpenuhi. Laporan yang sudah diajukan sejak Mei 2023 tak kunjung mendapat kejelasan hukum. Keluarga pun mulai mempertanyakan keseriusan aparat dalam menangani kasus ini.
Tanah milik Herman Loloh yang diduga diserobot oleh PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN), masih belum kembali ke tangan yang berhak. Padahal, laporan resmi sudah masuk ke Polresta Bitung sejak hampir dua tahun lalu.
“Kami sudah berulang kali datang ke Polres, menghubungi penyidik, bahkan sudah sampai ke Kapolres dan Kapolda. Tapi tetap saja tidak ada kepastian,” ungkap Robby Supit, aktivis Kota Bitung yang aktif mengawal laporan ini.
Robby menilai, ada upaya sistematis untuk melemahkan kasus ini. Penyidik dinilai mengalihkan fokus dari perusahaan tambang sebagai pihak yang diduga menyerobot tanah, dan malah mengarahkan pelapor untuk melaporkan lurah dan camat terkait dokumen tanah.
“Ini aneh. Pelapornya diarahkan buat laporan baru soal penggelapan dokumen, padahal yang menyerobot tanah jelas-jelas perusahaan tambang,” kata Robby geram.
Bukan hanya polisi yang mendapat sorotan. Kantor Pertanahan Kota Bitung juga dinilai ikut memperkeruh keadaan. Mereka disebut mengeluarkan berita acara pengukuran ulang tanpa prosedur yang sah, dan mengesahkan sertifikat milik Devie Ondang yang terbit saat usia pemilik baru 13 tahun. SHM tersebut hanya berdasar surat keterangan lurah, tanpa bukti jual beli atau penguasaan tanah.
Akibat semua ini, tanah milik keluarga Loloh kini tumpang tindih dalam peta, dan tidak bisa lagi dimanfaatkan oleh pemilik sahnya. Ironisnya, kondisi ini justru semakin menyulitkan Neltje Loloh, perempuan lansia anak dari Herman Loloh, yang seharusnya menikmati hasil tanah warisan keluarganya.
“Beliau jadi korban. Sudah tua, masih harus berjuang demi hak atas tanahnya sendiri,” ujar Robby.
Dari sisi hukum, Pasal 385 KUHP sebenarnya sudah mengatur jelas tentang pidana penyerobotan tanah. Pihak yang mengambil atau menguasai tanah milik orang lain tanpa hak bisa dihukum. Bahkan jika dilakukan oleh korporasi, pengurus perusahaan bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.
Robby meminta Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvianus, turun tangan menyikapi persoalan ini. “Kalau ada indikasi mafia tanah di balik ini semua, tolong dibongkar. Jangan dibiarkan rakyat kecil terus jadi korban,” ujarnya.
Ia juga berharap kinerja kepolisian dan BPN Kota Bitung segera dievaluasi. “Sudah terlalu lama kami menunggu. Keadilan seakan hanya milik mereka yang punya uang dan kuasa,” tutupnya.
Red