SuaraIntelijen.com.Bitung,Kasus penyerobotan lahan milik keluarga Herman Loloh Wantah di Bitung kembali menyeruak, memperlihatkan aroma busuk mafia tanah yang kian menyengat. PT Meares Soputan Mining (PT MSM) dituding merekayasa sertifikat untuk menguasai tanah tambang yang sejak 1982 sah tercatat atas nama keluarga Herman. Ironisnya, meski bukti dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut menguatkan hak keluarga, penyidikan di kepolisian justru dihentikan.
Klaim Humas PT MSM, Inyo Rumondor, bahwa tanah tersebut telah dijual orang tua Herman kepada perusahaan, dibantah tegas oleh pendamping keluarga, Robby Supit.
“BPN selalu menegaskan lokasi tanah kami berbeda dengan tanah yang dibeli perusahaan dari Devie Ondang. Fakta ini tidak pernah berubah,” kata Robby di Bitung, Jumat (15/8/2025).
Sertifikat Bermasalah
Dokumen yang diperoleh PRONews5.com mengungkap PT MSM menggunakan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 157 yang terbit tahun 1989 atas nama Devie Ondang, ketika pemiliknya masih berusia 13 tahun. Sertifikat itu diduga terbit tanpa dasar jual-beli maupun warisan, hanya berlandaskan keterangan lurah. Luas tanah pun berubah signifikan dari 3,3 hektare menjadi 10 hektare.
BPN Bitung telah mengeluarkan lima surat resmi yang menegaskan SHM 135 dan 136 milik Herman berada di lokasi berbeda dari SHM 157 milik Devie Ondang. Bahkan Kejati Sulut merekomendasikan perusahaan membayar tanah Herman karena terbukti telah dijadikan lokasi tambang.
Awal Konflik
Persoalan bermula September 2020, ketika PT MSM membeli dua bidang tanah Herman (SHM 137 dan 138). Dua sertifikat lainnya (SHM 135 dan 136) masih diagunkan di bank. Setelah dilunasi, BPN mengembalikan batas tanah tanpa masalah. Namun ketika keluarga hendak bertransaksi, perusahaan berdalih lahan itu sudah dibeli dari pihak lain.
PT MSM kemudian menawarkan kompensasi Rp1,7 miliar atas kerusakan lahan dan tanaman, dengan syarat sertifikat diserahkan. Tawaran ini ditolak karena keluarga menduga jebakan, apalagi seorang karyawan perusahaan membocorkan adanya skenario pengalihan kepemilikan.
Polisi Hentikan Penyidikan
Meski bukti makin menguat, Polres Bitung menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan penyerobotan tanah yang dilayangkan keluarga sejak 20 Mei 2023. Polisi justru mengarahkan keluarga menggugat Devie Ondang secara perdata. Di Mabes Polri, pasal laporan pun diubah menjadi penggelapan asal-usul tanpa menyentuh dugaan penyerobotan lahan oleh PT MSM maupun PT TTN.
Indikasi persekongkolan semakin mencuat. Camat Ranowulu selaku PPAT membuat akta jual beli tanpa melibatkan BPN. Lurah bahkan mengubah luas tanah menjadi 9,9 hektare untuk menghindari prosedur di Kanwil BPN Provinsi. Perusahaan memindahkan letak SHM 157 di atas SHM 135 dan 136 untuk memberi kesan tumpang tindih.
Bukti Pengukuran Ulang
Fakta sebaliknya ditunjukkan melalui tiga kali pengukuran ulang BPN pada 2024–2025, gelar perkara di Polda Sulut, serta rapat dengar pendapat di DPRD Bitung. Semua hasil menyimpulkan tanah Herman dan tanah Devie Ondang berada di lokasi berbeda.
“Kami melihat ada perintangan penyidikan selama dua tahun. Polisi seolah takut memproses perkara ini sampai pengadilan, karena jika dibuka, jaringan mafia tanah yang melibatkan BPN, camat, lurah, dan perusahaan akan terbongkar,” ungkap Robby.
Menanti Tindakan Kejaksaan
Keluarga Herman kini menunggu langkah tegas Kejaksaan Agung yang telah memberi surat tugas kepada Kejati Sulut untuk menindaklanjuti pembayaran tanah.
“Proses pidana tidak boleh berhenti. Kami akan melawan sampai keadilan ditegakkan,” tegas Robby Supit.
Red